Friday, May 30, 2008
Perpisahan
Ah...
Mungkin akan lebih baik
Bila tidak ada pertemuan
Sebelumnya
Antara kau dan aku, antara kita

Satu saat
Kau pasti pergi meninggalkan
Atau aku, dan kau yang di sini

Ah...
Entahlah...
Aku tidak tahu apa yang kurindukan
Tapi aku selalu merasa kehilangan
Saat ada yang pergi meninggalkan...
 
posted by elchecago at 6:15 AM | Permalink | 0 comments
Wednesday, May 28, 2008
Doa Tak Biasa
Bukan,
Hamba tidak sombong Gusti
Saat ada rasa enggan untuk memohon
KepadaMu

Hanya pantaskah hambaMU
Yang bergelimang salah dan dosa
Memohon kepadaMU
Yang Maha Suci...
 
posted by elchecago at 12:41 AM | Permalink | 1 comments
Friday, May 23, 2008
Tabiat Anak Manusia III
; catatan kecil ujian musim panas
Ah, sulit sekali untuk mengatakan; "Ayo maju, bergerak, jangan berhenti, terus berjuang" dan sebagainya dari diri kita sendiri.

Ya, kita sadar sepenuhnya bahwa sukses dan tidak ada di tangan kita. Bantuan apapun - doa, semangat, nasehat, dan masukan - dari orang lain hanyalah bagian kecil dari usaha dan doa kita sendiri. Namun ternyata masih sulit bagi kita - dengan keinginan dari diri sendiri - untuk mau bergerak dan tidak berhenti begitu saja di tengah-tengah perjalanan hidup ini. Dan parahnya, kita sadar akan keadaan itu.

Rasanya tak akan ada gunanya doa-doa orang lain mengiringi kita, jika diri sendiri 'enggan' untuk berusaha. Setidaknya mari kita bertekad untuk tetap berusaha karena selama manusia masih bernyawa, maka pertarungan - dalam hidup - belum berakhir.
 
posted by elchecago at 6:08 AM | Permalink | 2 comments
Thursday, May 22, 2008
Mengapa Kita Harus Mendengarkan Kata Hati Kita...? *
" Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?" tanya si anak, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu.
"Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada".
"Tetapi hatiku gelisah", kata si anak. "Hatiku menyimpan mimpi-mimpi, menjadi emosional, dan mendambakan seorang wanita gurun. Hatiku meminta banyak hal, dan membuatku tak bisa tidur bermalam-malam saat aku memikirkan wanita itu".
"Kalau begitu, baguslah. Berarti hatimu hidup. Jangan berhenti mendengarkan suaranya".

Selama tiga hari berikutnya, kedua pengelana itu melewati sekelompok orang bersenjata, dan melihat yang lain-lainya di cakrawala. Hati si anak mulai menyuarakan rasa takut. Menceritakan kisah orang-orang yang berusaha mencari harta karunnya namun tak pernah berhasil. Kadang-kadang dia membuat takut di anak dengan bayangan akan kegagalan menemukan harta karunnya, atau kemungkinan mati di padang pasir. Kadang-kadang ia menyampaikan puasnya karena telah menemukan cinta dan kekayaan.

"Hatiku pengkhianat," kata si anak pada sang alkemis ketika mereka berhenti sejenak untuk memberi kesempatan beristirahat pada kuda-kuda. "Hatiku tak ingin aku jalan terus".
"Masuk akal", sahut sang alkemis. "Wajar saja kalau hatimu takut kau kehilangan segala yang selalu kau miliki dalam usaha meraih mimpimu ini".
"Kalau begitu, buat apa aku mendengarkan suara hatiku?".
"Sebab kau tidak akan pernah bisa menyuruhnya diam. Kalaupun kau pura-pura menulikan telinga terhadapnya, dia akan selalu bersuara dalam dirimu, mengulangi pikiranmu tentang kehidupan dan dunia ini".
"Maksudmu aku harus harus terus mendengarkan, andaipun ia berkhianat?".
"Pengkhianatan adalah pukulan yang tidak terduga-duga. Kalau kau mengnal hatimu dengan baik, dia tak akan pernah mengkhianatimu. Sebab kau tahu pasti mimpi-mimpi dan keninginannya, dan kau akan tahu juga cara menyikapinya".
"Kau takkan pernah bisa lari dari hatimu. Jadi, sebaiknya dengarkanlah suaranya. Dengan begitu, kau takkan perlu takut mendapatkan pukulan yang tak disangka-sangka".

Si anak meneruskan mendengarkan suara hatinya sementara mereka melintasi padang pasir. Lambat laun dia memahami muslihat-muslihat dan siasat-siasatnya, lalu menerima apa adanya. Dia tidak lagi merasa takut dan melupakan keinginannya untuk pulang kembali ke padang pasir, sebab suatu sore hatinya menyampaikan kebahagiaan kepada dirinya. Hatinya berkata, " Meski kadang aku suka mengeluha, itu karena aku ini hati manusia, dan hati manusia memang seperti itu. Orang-orang takut mengejar impian-impian mereka yang paling berharga, sebab mereka merasa tidak layak mendapatkannya, atau tidak akan pernah bisa mewujudkannya. Kami, hati manusia, menjadi takut kalau memikirkan orang-orang tercinta yang pergi selamanya, atau saat-saat yang mestinya indah tapi ternyata tidak, atau harta karun yang mungkin bisa ditemukan tapi justru terkubur selamanya. Sebab, kalau hal-hal itu terjadi, kami sangat menderita".

Demikian selintas percakapan antara sang Alkemis dan Santiago, si anak gembala yang mengikuti suara hatinya dan berkelana mengejar mimpinya. Perjalanan tersebut membawanya ke Tangier serta padang gurun Mesir, dan di sanalah dia bertemu sang Alkemis yang menuntunnya menuju harta karunnya serta mengajarinya tentang dunia, cinta, kesabaran, dan kegigihan. Perjalanan itu pulalah yang membawanya menemukan cinta sejatinya; Fatima, gadis gurun yang setia menanti kepulangannya.







* dikutip dari Sang Alkemis karya Paolo Coelho
 
posted by elchecago at 8:01 AM | Permalink | 0 comments
Saturday, May 17, 2008
Jangan Lari Pun Sembunyi
Malam, selalu saja begini; membuat saya sulit untuk memejamkan mata. Apalagi di musim panas seperti ini. Ah, sebenarnya saya bingung ini musim panas atau musim dingin. Beberapa malam ini masih begitu dingin sementara siang hari panas sekali. Musim semi...? Ah, entahlah. Udara tidak cukup sejuk untuk dikatakan musim semi. Yang jelas saya hampir selalu terjaga dan hidup seperti drakula; terjaga di malam hari dan lelap saat mentari muncul. Yah, setidaknya dalam beberapa bulan terakhir.

Malam ini, saya tidur selepas maghrib dan bangun jam sebelas malam, lalu terjaga sampai saat saat ini; menjelang subuh. Di luar udara cukup dingin, angin yang berhembus juga cukup kencang, tapi saya tetap keluar dan menghabiskan waktu di balkon flat.

Saya jadi teringat, seminggu belakangan ini beberapa kawan sedang menghadapi banyak masalah. Ada satu dua yang bercerita pada saya, ada juga yang hanya sebatas perkiraan belaka. Ya, dari kebiasaan mereka belakangan yang keluar dari koridor 'biasanya' membuat saya berasumsi mereka sedang ada masalah, meski saya tidak tahu pasti. Bukan hanya mereka, saya sendiri juga merasa banyak sekali yang datang dan pergi belakangan ini. Datang dan pergi silih berganti, bahkan menumpuk.

Sebagai makhluk sosial yang mau tidak mau harus berinteraksi dengan dunia luar. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita dibenturkan pada satu hal yang bernama masalah. Baik yang besar, kecil, yang menyangkut diri sendiri dan tidak ada keterkaitan dengan orang lain, ataupun masalah yang seringkali membuat kita harus berbenturan dengan orang lain; rekan kerja, teman, pacar, keluarga, kakak, adik, bahkan orang tua.

Perbedaan persepsi dan pola pikir kerap kali menghadirkan satu ketegangan satu individu dengan individu yang lain. Hati nurani setiap orang pasti mengatakan bahwa sebaiknya dan sebisanya kita menghindari apa yang biasa di sebut perselisihanyang pada nantinya berakibat buruk pada satu hubungan sosial. Satu contoh kasus misalnya; seorang aparat penegak hukum tentunya dituntut untuk menegakkan hukum yang berlaku di masyarakat. Dan pada satu saat, terkadang ia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa yang melanggar hukum adalah orang yang ia kenali, keluarga misalnya. Dalam hati dia bisa saja ingin menjaga hubungan baik dan keharmonisan dengan si pelanggar hukum itu, namun ada sisi lain di mana hukum ditegakkan. Dan sebagaimana pepatah mengatakan; "Sepandai-pandai tupai melompat pasti jatuh juga", pada akhirnya sepandai-pandai kita menghidari benturan dengan orang lain, di satu saat benturan itu harus terjadi juga. Dan bagi saya itu tidak masalah. Ada skala prioritas di mana hukum memang harus benar-benar ditegakkan.

Masalah-masalah yang ada seringkali datang bertubi-tubi. Satu datang dan belum sempat terselesaikan, datang lagi masalah yang lain. Sampai pada akhirnya menumpuk dan menumpuk. Dan masalah yang kompleks biasanya membuat orang mudah stres, mudah menyerah, patah semangat karena merasa tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Bukan hal mudah memang menyelesaikan sesuatu menumpuk dan seperti benang kusut. Tapi tetap saja, hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah menghadapinya. Satu persatu kita urai hingga semua selesai. "Daripada mengurai benang terlalu lama, lebih baik membeli benang baru", itu pendapat seorang kawan. Ah, tidak. Itu menurut saya. Membeli benang baru sama saja berlari dan bersembunyi dari apa yang kita hadapi. Jangan sekali-kali berlari atau bersembunyi. Lari dan sembunyi dari satu masalah jelas membuat semuanya tidak akan pernah selesai sampai kapan pun, bahkan akan terus membayangi kita sepanjang hidup. Siapa yang menjamin bahwa masalah-masalah yang belum terselesaikan dan kita tinggal pergi itu tidak akan datang di masa mendatang...? Tidak ada yang bisa menjamin bukan...?. Dalam menyelesaikan masalah ada satu proses pendewasaan, di mana kita dituntut untuk berpikir. Paling tidak ada tuntutan berpikir bagaimana menghdapinya tentu saja. Dan seandainya ada masalah yang sama kita temukan di masa mendatang, setidaknya kita punya pengalaman bagaimana menyelesaikannya.

Itulah mengapa saya berani mengatakan bahwa hal terbaik yang bisa kita lakukan dalam menghadapi satu masalah adalah menghadapinya; bukan berlari dan tidak juga bersembunyi.
 
posted by elchecago at 7:46 PM | Permalink | 2 comments
Friday, May 16, 2008
satu sisi
Mencumbu waktu lalu
Resapi arti satu sunyi

Agar sepi lagi sakiti
Dan aku tetap berdiri
 
posted by elchecago at 11:40 PM | Permalink | 0 comments