Monday, March 11, 2013
Aku Tidak Tahu
Maaf,
tak ada puisi atau kata indah untukmu
Karena...
Kau lebih dari sekedar kata-kata


KamarPojok, 11 Maret 2013
[Untukmu yang tidak tahu]
 
posted by elchecago at 7:32 AM | Permalink | 0 comments
Thursday, October 07, 2010
Sajak Musim Semi

Kurasakan udara mulai memanasi rongga-rongga

Saat kelangkahkan kaki siang kemarin

Saat kubuka pintu rumah kusinggah


Sepertinya akan segera berakhir musim dingin

Berganti musim semi sementara hari

Lalu musim panas yang siap menjemput sewaktu-waktu


Lalu pada masa yang nyaris purna

Akan kupunguti semua-mua yang terserak

Kususun dalam satu ingatan


Sembari berdoa mengharap kepada-Nya

Semoga tahun ini benar-benar purna

Semua cerita yang pernah terekam sekian masa



Qatameya,

03-04-2010

 
posted by elchecago at 12:08 AM | Permalink | 0 comments
Sunday, October 03, 2010
Sopir Tramco
Sebenarnya, catatan mengenai seorang sopir tramco (semacam angkutan umum) ini sudah ada diangan-angan sejak beberapa waktu, sejak saya menemukan pengalaman ini. Akan tetapi, saya tidak memungkiri, kemalasan untuk mengolah kata dan merangkainya menjadi sebuah catatan kecil semacam ini selalu saja menjadi penghalang untuk sekedar memberi peluang pada kata untuk terkembang, menjadi sebuah pelajaran.

Saya sudah lupa kapan tepatnya dan ke mana tujuan saya. Tapi saya ingat jelas seperti apa. Waktu itu saya ingin berpergian, sendirian. Sekali lagi saya lupa kapan dan akan ke mana. Yang jelas, saya naik tramco yang masih kosong, sendirian sebagai penumpang, berdua dengan si sopir. Sejak saya naik, saya sendirian. Sopir itu terus saja berteriak, meneriakkan jurusan tramco tersebut ke mana. Saya lupa. Jalanan masih sangat sepi, benar-benar sepi sementara tidak hanya satu dua tramco yang juga beroperasi. Si sopir seakan tidak peduli pada jalanan yang sepi, terus saja dia berteriak lantang, meneriakkan jurusan tramco akan ke mana. Dalam hati, saya merasa kasihan.

Karena sudah separuh tujuan, tramco hanya berisi saya sendiri, tidak ada penumpang lain. Tapi tetap saja, si sopir tidak berhenti berteriak, terus saja meneriakkan tujuan ke mana tanpa peduli jalanan kota yang senyap, sepi seperti tak berpenghuni. Setelah berapa itu, berangsur-angsur ada penumpang yang naik. Pertama-tama seorang ibu dan anak-anaknya hingga pada akhirnya tramco penuh menjelang saya turun di tempat tujuan. Kalau tidak salah ingat, di lapangan untuk latihan bola.

Saya jadi merasa kasihan, terharu, salut dan bangga pada si sopir tadi. Jika selama ini saya hanya menilai bahwa sopir tramco itu arogan, tidak tahu aturan dan tidak karuan, maka pagi itu saya sedikit mengubah pandangan saya. Ada seorang sopir yang tidak mengenal lelah, tidak mau menyerah karena saya yakin dia punya sebuah keyakinan; bahwa tidak ada usaha yang berakhir sia-sia.

Yah, ketika kita mau sedikit saja menggunakan kepekaan kita, sepertinya kita bisa mengambil pelajaran dari apapun juga, termasuk seorang sopir tramco yang selama ini terkenal ugal-ugalan dan tidak karuan. Selalu ada dua sisi berbeda dalam segala hal.



 
posted by elchecago at 9:59 PM | Permalink | 0 comments
Sunday, March 28, 2010
Antara Hujan, Pohon Dan Rumput Kecil

Akhir Februari yang mendung dan hujan. Beberapa hari mentari selalu malu-malu dalam kemunculannya dan tidak pernah benar-benar menghangatkan. Bahkan beberapa hari lalu, hujan turun (bisa dibilang) seharian di Kairo. Tidak biasanya. Bahkan kali pertama seingatku hujan yang berlama-lama itu. Yah, seingatanku saja karena ingatan yang tidak tertuliskan akan terkikis juga oleh lupa. Maka sekali lagi kuingatkan; akhir Februari yang mendung dan hujan.


Hujan selalu saja menimbulkan perasaan yang berbeda. Terkadang hujan membuat kita nyaman, seperti Kamis pagi itu; aku dengan nyaman menikmati hujan di jalanan kota Kairo. Tapi hujan yang tak juga berhenti membuatku merasa mulai kehilangan rasa (ny)aman; tidak bisa pergi ke mana-mana, jalanan becek dan bisa dipastikan banjir di jalanan meski tidak sampai pada tingkat bencana alam. Oh, aku lupa. Hujan seharian hari itu menimbulkan beberapa kecelakaan di luaran Kairo. Benar-benar tidak (ny)aman.


Aku jadi teringat tentang sebuah riwayat tentang sebuah hujan, pohon dan rumput. Seperti sebuah kesemestian, maka kehidupan benar-benar seperti hujan, pohon dan rumput. Kau hanya tinggal memilih; menjadi pohon atau rumput saat ada hujan.


Aku teringat dulu yang sudah lama itu, sewaktu aku berjalan di bawah rindangnya pepohonan di tepian sungai. Di sana, yang jauh dari sini itu, ada banyak pohon besar yang entah sudah berapa lama ditanam dan hidup di tengah-tengah keramaian kota itu (sugai besar itu berada di tengah-tengah kota dan membelahnya menjadi dua, atau lebih mungkin). Semakin besar, semakin tinggi dan dengan dahan, cabang, ranting serta dedaunan yang rimbun menyejukkan. Yah, sangat menyejukkan di antara gelap asap-asap kendaraan di sekitaran.


Dan di sekitar pohon-pohon besar itu, selalu ada saja rerumputan tumbuh seperti sedang bersembunyi dari terik mentari musim panas yang menyengat. Berlindung di bawah rindang dedaunan pohon-pohon besar itu. Tidak. Rerumputan yang (ternyata) juga ditanam itu tidak menganggu pemandangan sama sekali. Justru semakin membuat indah sekitaran tempat pohon tertanam.


Pohon yang semakin lama semakin tinggi itu, tentu saja semakin banyak mengalami ujian. Hujan yang deras, kilatan petir, lalu angin yang begitu kencang bisa saja membuat ia patah, jatuh lalu tersungkur ke tanah. Dan kau tahu bukan, ketika ada pohon tinggi besar yang tersungkur, bisa-bisa ia menjatuhi rumahmu, paling tidak menghalangi jalan, dan yang paling apes tentu saja merenggut nyawamu ! Itu dengan catatan; ia gagal menghadapi ujian yang pasti datang itu. Kalau ia berhasil, tentu saja ia akan tetap menyejukkanmu dan menaungimu dari terik matahari. Tentu kau masih ingat kata orang-orang yang lama sebelum kita itu kan; semakin tinggi pohon semakin kencang pula angin yang menerpa.


Lalu si rumput, sepertinya ia tenang-tenang saja dengan hujan badai yang tak tentu itu. Ia masih saja nyaman menikmati hidupnya di bawah pohon. Mungkin ia sedang berpikir; hujan deras telah dihalangi pohon terlebih dahulu sebelum menjatuhiku, angin di bawah tak mungkin sekencang di atas, lalu petir…Ia akan menyambar apa saja yang lebih tinggi. Dan itu bukan aku tentunya. Tapi sepertinya ia lupa; ia hanya berlindung, ia hanya berada di bawah. Ketika si pohon tumbang, bukan tidak mungkin si pohon akan menjatuhinya dan membuatnya mati. Bukan tidak mungkin pejalan-pejalan kaki akan menginjaknya sampai ia mati. Bukan tidak mungkin ia akan sewaktu-waktu tercerabut dari tanah dan itu dengan sangat mudah. Ia hanya berada di bawah, ia hanya berlindung.


Nah, sekarang aku tegaskan dan aku ingatkan lagi padamu. Kau yang memilih; mau menjadi seperti pohon yang menjulang tinggi besar, atau menjadi rumput yang biasa-biasa saja. Menjadi pohon artinya kau harus menjadi 'orang tidak biasa' yang mau dan mampu mengayomi sekitar dengan segala apa yang bisa kau berikan. Tetapi jangan lupa, jika kau gagal menghadapi cobaan, aku bisa pastikan kau akan begitu merepotkan sekitarmu. Atau menjadi rumput saja? Yang biasa-biasa saja, tidak banyak merepotkan tetapi juga tidak dianggap, mudah terinjak dan dengan mudah bisa tercerabut dari tanah? Semua terserah padamu saja.


Tabik.


Qatameya, 1 Maret 2010



NB: aku kira musim akan berganti menjadi panas, ternyata justru dingin tak juga mau pergi.

 
posted by elchecago at 6:17 AM | Permalink | 0 comments