Tanpa terasa nafas pemberian Yang Kuasa ini semakin bertambah sekaligus berkurang; bertambah ketika melihat angka yang semakin banyak dan berkurang karena lama nafas yang telah dituliskan-Nya ini semakin terkurangi dengan angka yang muncul hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dan pada akhirnya tahun demi tahun.
Pagi ini, saat mata ini terbuka dan (seperti biasa) membuka facebook, saya merasakan perasaan yang bercampur; senang, sedih, bahagia, dan haru meyerang saya dalam sekali waktu.
Saya senang, bahagia sekaligus terharu ketika mendapati kawan-kawan yang pernah berinteraksi dengan saya masih ingat akan waktu di mana saya untuk kali pertama menghirup nafas di dunia dan menyempatkan diri mendoakan hidup saya. Sungguh, ini sangat berarti untuk seorang yang lahir 23 tahun lalu ini karena keluarga yang paling dekat dengannya adalah kawan-kawan yang ditemui dalam perjalanannya. Bagi saya, kawan adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan melebihi segala, bahkan mungkin melebihi keluarga yang masih mempunyai hubungan darah. Mugkin terdengar aneh, tetapi memang itulah yang saya rasakan selama ini, semenjak saya mulai meninggalkan rumah, mencari pengalaman baru di dunia baru bernama perantauan. Yah, sejak pertama kali mulai hidup di asrama samping makam Bonoloyo di kota Solo, sejak saat itu pula saya merasakan betapa kawan-kawan saya adalah orang yang tidak akan pernah terganti dalam hidup saya, pun ketika saya berada di Rembang dan akhirnya menginjakkan kaki di Negeri Seribu Menara ini; kawan adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan pada saya.
Tak terhitung banyaknya pelajaran dan pembelajaran yang saya peroleh dari kawan-kawan yang pernah saya temui. Mereka adalah guru yang sangat tidak ternilai harganya dalam kehidupan ini. Sangat banyak dan sangat luar biasa segala pelajaran dan pembelajaran yang saya dapatkan dari kawan-kawan yang pernah berinteraksi dengan saya, meskipun tanpa pertemuan. Pertemuan dan bukan, semuanya tidaklah terlalu penting, pertemanan dan persahabatan bukan dilandasi pertemuan, tetapi kepercayaan. Dan saya percaya, kawan-kawan sangat banyak memberi kebaikan untuk saya. Tanpa bertemu kawan-kawan, saya tidak yakin tulisan ini akan ada.
Dan tidak terlupa, saya meminta maaf jika selama berinteraksi diri ini pernah menoreh luka di hati kawan-kawan. Semua karena saya hanya manusia biasa, bukan malaikat yang dicipta tanpa dosa.
Di satu sisi, bukan berarti saya melupakan keluarga [bapak, ibu, kakak, adik, simbah, serta keluarga besar bapak dan ibu saya] di mana untuk kali pertama saya dilahirkan dan tempat pertama saya diajarkan untuk mengenal kebaikan. Sampai kapan pun saya tidak akan bisa membalas kasih sayang dan segala apa yang telah tercurahkan untuk saya. Dan sangat perlu kiranya meminta maaf karena dengan segala apa yang merka berikan, justru saya memposisikan keluarga di urutan kedua setelah kawan-kawan saya. Tapi, memang seperti itu yang saya rasakan selama ini; saya lebih senang berlama-lama dengan kawan daripada keluarga. Sekali lagi maaf untuk semua keluarga karena belum bisa membaktikan diri.
Pada satu sisi, pagi ini saya merasa sedih, sangat sedih. Pada umur yang sudah 23 tahun ini, diri ini merasa masih belum juga bisa memberikan hal yang bermanfaat untuk orang lain. Kekurangan yang semakin hari semakin menumpuk membuat saya tertinggal jauh dari langkah-langkah yang dulu mengawali perjalanan bersama-sama. Mohon diri senantiasa didoakan dan diingatkan untuk tidak banyak membuang hidup yang terlalu beharga untuk disiakan ini.
Sungguh pagi ini terasa indah, ketika menemukan kawan yang masih mau peduli dan berbagi karena hidup memang terasa lebih indah dengan cinta dan persahabatan.
Imaroh 61, 18 November 2009
Pagi ini, saat mata ini terbuka dan (seperti biasa) membuka facebook, saya merasakan perasaan yang bercampur; senang, sedih, bahagia, dan haru meyerang saya dalam sekali waktu.
Saya senang, bahagia sekaligus terharu ketika mendapati kawan-kawan yang pernah berinteraksi dengan saya masih ingat akan waktu di mana saya untuk kali pertama menghirup nafas di dunia dan menyempatkan diri mendoakan hidup saya. Sungguh, ini sangat berarti untuk seorang yang lahir 23 tahun lalu ini karena keluarga yang paling dekat dengannya adalah kawan-kawan yang ditemui dalam perjalanannya. Bagi saya, kawan adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan melebihi segala, bahkan mungkin melebihi keluarga yang masih mempunyai hubungan darah. Mugkin terdengar aneh, tetapi memang itulah yang saya rasakan selama ini, semenjak saya mulai meninggalkan rumah, mencari pengalaman baru di dunia baru bernama perantauan. Yah, sejak pertama kali mulai hidup di asrama samping makam Bonoloyo di kota Solo, sejak saat itu pula saya merasakan betapa kawan-kawan saya adalah orang yang tidak akan pernah terganti dalam hidup saya, pun ketika saya berada di Rembang dan akhirnya menginjakkan kaki di Negeri Seribu Menara ini; kawan adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan pada saya.
Tak terhitung banyaknya pelajaran dan pembelajaran yang saya peroleh dari kawan-kawan yang pernah saya temui. Mereka adalah guru yang sangat tidak ternilai harganya dalam kehidupan ini. Sangat banyak dan sangat luar biasa segala pelajaran dan pembelajaran yang saya dapatkan dari kawan-kawan yang pernah berinteraksi dengan saya, meskipun tanpa pertemuan. Pertemuan dan bukan, semuanya tidaklah terlalu penting, pertemanan dan persahabatan bukan dilandasi pertemuan, tetapi kepercayaan. Dan saya percaya, kawan-kawan sangat banyak memberi kebaikan untuk saya. Tanpa bertemu kawan-kawan, saya tidak yakin tulisan ini akan ada.
Dan tidak terlupa, saya meminta maaf jika selama berinteraksi diri ini pernah menoreh luka di hati kawan-kawan. Semua karena saya hanya manusia biasa, bukan malaikat yang dicipta tanpa dosa.
Di satu sisi, bukan berarti saya melupakan keluarga [bapak, ibu, kakak, adik, simbah, serta keluarga besar bapak dan ibu saya] di mana untuk kali pertama saya dilahirkan dan tempat pertama saya diajarkan untuk mengenal kebaikan. Sampai kapan pun saya tidak akan bisa membalas kasih sayang dan segala apa yang telah tercurahkan untuk saya. Dan sangat perlu kiranya meminta maaf karena dengan segala apa yang merka berikan, justru saya memposisikan keluarga di urutan kedua setelah kawan-kawan saya. Tapi, memang seperti itu yang saya rasakan selama ini; saya lebih senang berlama-lama dengan kawan daripada keluarga. Sekali lagi maaf untuk semua keluarga karena belum bisa membaktikan diri.
Pada satu sisi, pagi ini saya merasa sedih, sangat sedih. Pada umur yang sudah 23 tahun ini, diri ini merasa masih belum juga bisa memberikan hal yang bermanfaat untuk orang lain. Kekurangan yang semakin hari semakin menumpuk membuat saya tertinggal jauh dari langkah-langkah yang dulu mengawali perjalanan bersama-sama. Mohon diri senantiasa didoakan dan diingatkan untuk tidak banyak membuang hidup yang terlalu beharga untuk disiakan ini.
Sungguh pagi ini terasa indah, ketika menemukan kawan yang masih mau peduli dan berbagi karena hidup memang terasa lebih indah dengan cinta dan persahabatan.
Imaroh 61, 18 November 2009
betul²...
btw, kwe wes tuo jebule yo dri... hik hik
insya allah dongane wong seng luwih tuo tambah mandhi... amin...