Thursday, May 22, 2008
Mengapa Kita Harus Mendengarkan Kata Hati Kita...? *
" Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?" tanya si anak, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu.
"Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada".
"Tetapi hatiku gelisah", kata si anak. "Hatiku menyimpan mimpi-mimpi, menjadi emosional, dan mendambakan seorang wanita gurun. Hatiku meminta banyak hal, dan membuatku tak bisa tidur bermalam-malam saat aku memikirkan wanita itu".
"Kalau begitu, baguslah. Berarti hatimu hidup. Jangan berhenti mendengarkan suaranya".

Selama tiga hari berikutnya, kedua pengelana itu melewati sekelompok orang bersenjata, dan melihat yang lain-lainya di cakrawala. Hati si anak mulai menyuarakan rasa takut. Menceritakan kisah orang-orang yang berusaha mencari harta karunnya namun tak pernah berhasil. Kadang-kadang dia membuat takut di anak dengan bayangan akan kegagalan menemukan harta karunnya, atau kemungkinan mati di padang pasir. Kadang-kadang ia menyampaikan puasnya karena telah menemukan cinta dan kekayaan.

"Hatiku pengkhianat," kata si anak pada sang alkemis ketika mereka berhenti sejenak untuk memberi kesempatan beristirahat pada kuda-kuda. "Hatiku tak ingin aku jalan terus".
"Masuk akal", sahut sang alkemis. "Wajar saja kalau hatimu takut kau kehilangan segala yang selalu kau miliki dalam usaha meraih mimpimu ini".
"Kalau begitu, buat apa aku mendengarkan suara hatiku?".
"Sebab kau tidak akan pernah bisa menyuruhnya diam. Kalaupun kau pura-pura menulikan telinga terhadapnya, dia akan selalu bersuara dalam dirimu, mengulangi pikiranmu tentang kehidupan dan dunia ini".
"Maksudmu aku harus harus terus mendengarkan, andaipun ia berkhianat?".
"Pengkhianatan adalah pukulan yang tidak terduga-duga. Kalau kau mengnal hatimu dengan baik, dia tak akan pernah mengkhianatimu. Sebab kau tahu pasti mimpi-mimpi dan keninginannya, dan kau akan tahu juga cara menyikapinya".
"Kau takkan pernah bisa lari dari hatimu. Jadi, sebaiknya dengarkanlah suaranya. Dengan begitu, kau takkan perlu takut mendapatkan pukulan yang tak disangka-sangka".

Si anak meneruskan mendengarkan suara hatinya sementara mereka melintasi padang pasir. Lambat laun dia memahami muslihat-muslihat dan siasat-siasatnya, lalu menerima apa adanya. Dia tidak lagi merasa takut dan melupakan keinginannya untuk pulang kembali ke padang pasir, sebab suatu sore hatinya menyampaikan kebahagiaan kepada dirinya. Hatinya berkata, " Meski kadang aku suka mengeluha, itu karena aku ini hati manusia, dan hati manusia memang seperti itu. Orang-orang takut mengejar impian-impian mereka yang paling berharga, sebab mereka merasa tidak layak mendapatkannya, atau tidak akan pernah bisa mewujudkannya. Kami, hati manusia, menjadi takut kalau memikirkan orang-orang tercinta yang pergi selamanya, atau saat-saat yang mestinya indah tapi ternyata tidak, atau harta karun yang mungkin bisa ditemukan tapi justru terkubur selamanya. Sebab, kalau hal-hal itu terjadi, kami sangat menderita".

Demikian selintas percakapan antara sang Alkemis dan Santiago, si anak gembala yang mengikuti suara hatinya dan berkelana mengejar mimpinya. Perjalanan tersebut membawanya ke Tangier serta padang gurun Mesir, dan di sanalah dia bertemu sang Alkemis yang menuntunnya menuju harta karunnya serta mengajarinya tentang dunia, cinta, kesabaran, dan kegigihan. Perjalanan itu pulalah yang membawanya menemukan cinta sejatinya; Fatima, gadis gurun yang setia menanti kepulangannya.







* dikutip dari Sang Alkemis karya Paolo Coelho
 
posted by elchecago at 8:01 AM | Permalink |


0 Comments: